www.meongers.com - Aku selalu tahu umurmu
hanya sepersekian usia manusia. Walau sudah tahu sepenuhnya, aku tetap
mengambil dan merawatmu sebaik-baiknya. Memberimu makan agar dirimu tak
kelaparan, membelikan kandang sederhana supaya tubuhmu tak kedinginan,
hingga bermain denganmu sebelum aku berangkat ke luar rumah. Aku pun
sering tak sabar ingin cepat-cepat pulang, menceritakan padamu segala
beban dan isi pikiran.
Dan kini waktu yang selalu kutakutkan tiba. Tanpa permisi atau rawat
inap berhari-hari, kamu berhenti hidup begitu saja. Aku telah
kehilangan, bukan hanya hewan peliharaan, namun juga penghibur dan
sesosok teman.
Orang bilang, kepergianmu tak layak jadi beban hati. Padahal kamu bukan cuma piaraan — namun juga teman dan keluarga sendiri.
Karena kamu bukanlah manusia, ada mulut-mulut yang memandang kepergianmu sebelah mata. Mungkin mereka belum mengerti dan memahami kedekatan seorang majikan dengan hewan peliharaannya. Kamulah yang akan kusapa pertama kali setiap pagi. Kamu kuajak bicara meski aku tak pernah yakin kamu memahaminya.
Karena kamu bukanlah manusia, ada mulut-mulut yang memandang kepergianmu sebelah mata. Mungkin mereka belum mengerti dan memahami kedekatan seorang majikan dengan hewan peliharaannya. Kamulah yang akan kusapa pertama kali setiap pagi. Kamu kuajak bicara meski aku tak pernah yakin kamu memahaminya.
Layaknya anggota keluarga, aku memberimu makan, menyediakanmu tempat tinggal dan membelikanmu hadiah-hadiah agar hatimu senang. Adalah salah satu hiburanku melihat ekspresi mukamu yang kesenangan dan menggemaskan.
Tentu saja aku terhenyak ketika kamu yang tadinya selalu ada harus pergi dengan tiba-tiba. Membersihkan kandangmu dan menguburkan tubuhmu adalah momen yang tidak gampang. Sampai sekarang, aku bahkan masih sering menyisihkan uang untuk membeli keperluanmu — saking terbiasanya aku melakukan hal itu saat kamu masih ada dulu. Bagiku kamu bukan hanya hewan peliharaan yang lucu. Kamu juga sahabat, dan bahkan sudah kuanggap anggota keluargaku.
Mungkin memang konyol ketika manusia bersedih karena hewan. Tapi toh rasa sedihku tak bisa ditahan
Aku menangis. Maaf, padahal aku tahu kamu tak ingin aku menangis karena kepergianmu. Bagaimanapun, bukankah ini memang hanya soal waktu?
Tapi apa boleh buat. Sudah kucoba menahan, tapi sepertinya aku belum sekuat itu untuk cepat melepaskan. Bayangkan saja. Apa yang harus kurasa ketika kandangmu yang dulu ramai kini senyap tanpa suara? Harus kuapakan pula sisa-sisa makananmu yang masih tersimpan di rak, setia menunggu pemiliknya?
Maaf jika dulu aku sering menumpahkan kekesalanku padamu. Padahal kamu tak salah apa-apa, selain menjadi pendengar setia
Aku bukan owner yang bisa selalu bersabar. Kadang dirimu malah kujadikan pelampiasan rasa kesal. Meski kamu tak salah apa-apa, aku sering berbicara padamu dengan nada tinggi dan kadang kasar. Semua karena aku tak tahu lagi kepada siapa harus menumpahkan kekesalan.
Kamu adalah pendengar yang baik. Meski aku tak selalu berkata manis, kamu setia mendongakkan kepala untuk mencerna kata-kata yang aku punya. Mungkin itulah kenapa aku jadi merasa bisa menceritakan padamu hal apa saja. Termasuk cerita-cerita yang sebenarnya tak selalu penuh suka.
Ah, sekarang ketika kamu tak ada, kepada siapa aku harus bercerita?
Kasih sayang adalah bahasa yang lebih bermakna dari kata-kata. Terima kasih telah membuatku memahaminya
Kita tak pernah satu bahasa. Selama ini, kita bercengkerama lewat bahasa tubuh dan mimik muka. Namun walau begitu, aku tak pernah merasa kesulitan menjadikanmu seorang teman. Rupanya cukuplah bagi dua makhluk hidup untuk berbincang dalam bahasa kasih sayang. Tidak perlu kukuasai bahasamu, dan kamu pun tak akan mungkin bisa menyebut namaku. Tapi bukankah kita begitu eratnya bagai dua saudara?
Foto-foto yang dulu kuambil untuk menunjukkan kelucuanmu sekarang jadi memento bahwa kamu pernah di sisiku
Dulu, salah satu hal yang paling sering kulakukan adalah memotret kelucuanmu dengan kamera HP-ku. Entah itu kamu yang sedang tertidur, bermain bola, makan dengan lahap, hingga menatapku lugu. Sekarang, foto-foto itu jadi saksi bahwa kamu pernah mengisi sebagian ruang hidupku. Saat aku mengambilnya dulu, tak pernah aku mengira akan menjadikannya alat untuk mengenang saat-saatku bersamamu.
Hidup memang sunyi tanpamu di pangkuanku, tapi aku harus tetap bergerak maju
Sudah beberapa waktu berlalu sejak kepergianmu. Aku mencoba, selangkah demi selangkah, menjalani hidup seperti biasanya. Ya, aku harus terus maju dan tegar di hidup yang dipenuhi pribadi yang datang dan pergi, layaknya dirimu. Aku akan selalu ingat bahwa kamu pernah hadir di hidupku, sebagai penguat semangatku di saat sedih dan senangku.
Kamu yang dulu menghabiskan waktu dengan bermain-main denganku, maukah berjanji sesuatu? Baik-baiklah di sana — aku sayang padamu!
ebelum aku mengakhiri surat rinduku ini, izinkan aku berucap: aku menyayangimu. Maafkan segala kesalahanku. Kuharap kita bisa bersama lagi setelah nyawaku pun “kembali”. Sebelum waktu itu tiba, semoga kamu baik-baik saja ya disana.
(Dari seseorang yang sering mengganggu, membelai, dan mengambil fotomu dulu)
0 komentar:
Posting Komentar