Gemintang.com – Sahabatku, Ada beribu cara untuk mengungkapkan betapa kita bahagia, betapa pula kita marah, sedih dan terluka. Namun dari setiap apa yang kita terima, sudah cukupkah kita mengucap rasa syukur ? Walau mungkin bagi kita tidak berharga, tapi bagi orang lain bisa jadi segalanya.
Ada sebuah cerita inspiratif tentang seorang guru yang tengah melakukan perjalanan bersama muridnya. Murid bertanya, “Guru, kenapa kita harus melewati hutan ini ? Saya tidak suka karena hutan ini kotor dan jalannya tidak rata. Apa guru tak takut celaka ?”. Guru menjawab, “Hutan ini adalah jalan agar kita bisa secepatnya sampai ketempat itu, jadi sebaiknya jangan mengeluh karena energimu akan habis nanti”. “Tapi aku lapar, apa boleh beristirahat sebentar dan berburu ?”, balas sang murid.
Keduanya pun memutuskan untuk duduk diatas batu dan mulai mencari sesuatu yang bisa dimakan. “Kalau begitu guru kesebelah sana dan aku kesebelah sini”, ucap murid sambil menunjukkan arahnya dengan jari telunjuk. Akhirnya mereka berpencar dan berhasil mendapatkan seekor kelinci. Dengan lahap, mereka pun memakan habis daging kelinci yang sudah dibakar. “Emm, enaknya .. setelah ini kita makan apa lagi ? perjalanan kita kan masih sangat jauh, guru” Melihat tingkah muridnya yang selalu saja mengeluh dan tidak pernah merasa puas, ia pun hanya tersenyum dan lalu mengabaikan ucapannya.
Perjalanan pun dilanjutkan sampai dengan mereka menemukan sebuah perkampungan kecil. Si murid kembali berkata, “Guru, kampung apa ini ? aku belum pernah melihat sebelumnya, kumuh sekali ! Rakyat yang tinggal disini pasti rakyat biasa”. Kembali, guru hanya tersenyum dan mengabaikan perkataannya. “Guru, hari sudah mulai gelap, bagaimana kalau kita menginap saja di kampung ini ? Tapi pastikan kalau mereka menyediakan penginapan yang nyaman. Saya tidak ingin seperti mereka yang hanya tidur diatas tikar”. Dan akhirnya Guru setuju.
Hari berganti, dan pengembara itu pun segera bergegas untuk melanjutkan kembali perjalanannya. Namun belum jauh langkahnya, si murid kembali berkata, “Guru, sepatu siapa ini ?” Merasa heran dengan sepatu lusuh yang ia temukan di tepi jalan, si murid mengira-ngira, “Ini pasti milik pak tua itu” ucapnya sambil melihat kearah seseorang. Ya, sepatu itu memang milik pak tua yang sedang berladang. Dan dengan tingkahnya yang jahil, ia pun mengambil sepatu itu dan lalu menyimpannya di bawah tumpukan batu. “Hey, jangan seperti itu, kita tidak seharusnya bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain. Engkau bisa melakukan sesuatu yang lebih baik dan itu akan mendatangkan kesenangan yang lebih besar. Sekarang, kembalikan sepatu itu pada posisinya semula”, ucap sang guru.
Lama menanti, akhirnya pak tua kembali dari ladang dan bergegas mengambil sepatunya. Namun saat ia hendak memasukkan kakinya, ia merasa ada sesuatu yang mengganjal. Ia lalu merogoh ke dalam sepatu dan terkejut karena ada uang didalamnya. Ia memegang sambil melihat ke sekeliling apakah ada orang disekitarnya, namun tak ada seorang pun disana. Perasaan haru mulai menguasai, ia pun jatuh tersungkur dan lalu menengadahkan tangannya ke atas. Doa ucap syukur terdengar jelas dari mulutnya. Ia bersyukur atas kemurahan yang Tuhan berikan dan ia bersyukur karena pertolongan telah datang kepadanya. Ia sempat berbicara mengenai istrinya yang sakit dan ibunya yang sudah tua renta, juga anaknya yang kelaparan karena tak ada uang. Melihat hal itu, si murid tidak sadarnya telah menitikkan air mata. Ia berpaling pada sang guru seraya berkata, “Ini adalah pelajaran berharga bagiku, bahwa nikmat akan terasa berharga saat kita menyadari dan senantiasa mensyukurinya”.
Sahabatku, kesombongan akan selalu membutakan hati, mata dan pikiran kita untuk melihat betapa besar kenikmatan yang telah kita terima. Sebelum nikmat itu dicabut, marilah senantiasa untuk selalu mensyukurinya. Karena semakin besar rasa syukur, semakin besar pula nikmat yang akan Tuhan berikan kepada kita.
0 komentar:
Posting Komentar