Selasa, 21 Januari 2014

Sebuah filosofi kebijaksanaan

Apa yang terjadi jika penulis falsafah bukanlah seorang raja, bangsawan, ilmuwan, negarawan, pengusaha sukses, pujangga atau katakanlah public figure? Misalnya saja tukang becak, sopir angkot, mbok-mbok pedagang sayur, atau loper koran. Masihkah apa yang dikatakan dianggap sebagai sebuah filosofi kebijaksanaan bagi strata yang (menurut perasaan) lebih tinggi dari mereka?
Atau mungkin jika penceramah adalah seorang pemuda gondrong berjaket kulit, bercelana jean buluk, dengan kaos hitam bertuliskan Slipknot.
Jika dibanding seorang setengah baya yang berbaju rapih dan tampak sopan. Apakah lebih bermutu yang setengah baya itu dibanding si gondrong?
Bahwa manusia punya sudut pandang tersendiri dalam menilai itu semua. Dan faktor persepsi tentang generalisasi tak bisa dihindarkan lagi.
Dan kitalah yang membuat pola tersendiri dalam pikiran kita… dalam perasaan kita swehingga membentuk suatu nilai terhadap obyek tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar