Gemintang.com – Di suatu malam sepulang
kerja aku memberanikan diri untuk mengatakan hal yang selama ini aku
pendam dari istriku. Saat itu dia sedang menidurkan anak bungsu kami
yang berumur satu tahun di kamar. Aku pun menunggu dia di ruang tamu dan
tak lama kemudian dia muncul lalu duduk sampingku. Dia bertanya hal apa
yang ingin dibicarakan olehku, aku pun memberanikan diri untuk bilang
kalau aku ingin menyudahi pernikahan kami yang sudah hampir 15 tahun
terjalin. Tentu saja dia kaget dan menanyakan alasan dibalik permintaan
cerai. Jujur, tidak mudah bagiku untuk bilang alasan aku menceraikannya
karena ada wanita lain yang aku cintai. Setelah kami terdiam membisu
selama hampir dua jam, aku pun meninggalkan dia di ruang tamu dan tidur
lebih awal karena merasa lelah setelah bekerja seharian.
Keesokan paginya, aku mendapati istriku
sedang menulis dari beberapa kertas yang ada di meja. Karena
kelihatannya dia sedang sibuk dengan tulisannya, aku pun langsung
berangkat kerja tanpa memakan sarapan yang telah disiapkannya. Malam
harinya, setelah aku pulang dari kantor, istriku pun sudah menanti aku.
Aku memang sengaja pulang larut malam untuk sedikit menghindar tapi
perceraian ini harus lekas terjadi pikirku. Kami berdua pun kembali
duduk di ruang tamu. Sambil meminum teh hangat yang dibuatnya, istriku
pun mengajukan dua syarat kalau memang perceraian itu harus terjadi.
Syarat yang pertama adalah perceraian akan disetujuinya ketika anak
tertua kami lulus dari bangku SMP. Mendengar syarat pertama, aku merasa
kurang setuju karena pekan tahun ajaran baru masih sebulan lagi dan aku
sudah tidak sabar untuk bisa bercerai dan menikahi wanita yang saat ini
ada di hatiku. Tapi aku pun berusaha menyetujui syarat pertamanya. Lalu
dia memberi syarat kedua yang mengharuskanku mencium keningnya di saat
aku berangkat kerja. Bagiku itu terdengar konyol karena kami bukanlah
pengantin baru yang segalanya masih serba romantis. Tapi pikirku lagi,
selama dia menyetujui perceraian kami, persyaratan kedua ini bukanlah
masalah.
Keesokan harinya, aku pun mencium
keningnya sebelum berangkat kerja. Ciuman di kening istriku terasa
hambar. Tidak seperti saat aku mencium kening wanita yang akan aku
nikahi setelah aku menceraikan istriku. Anakku yang tertua yang akan
masuk ke bangku SMA pun menggodaiku karena menurutnya sudah lama dia
tidak melihat kami seperti itu. Enam hari berturut-turut aku
melakukannya tapi pada hari ketujuh ada rasa yang berbeda yang aku
rasakan saat mengecup keningnya. Aku merasa kehangatan yang sudah lama
hilang diantara kami. Aku kembali menatap wajahnya dan mendapati kalau
aku dan dia tidak muda lagi. Aku menyadari bahwa tubuh istriku dari hari
ke hari semakin kurus. Perlahan rasa sayang itu kembali hadir di hatiku
dan membuatku sadar bahwa cinta terhadap perempuan lain hanya cinta
sesaat. Saat itu juga aku langsung pergi menemui wanita yang akan aku
nikahi. Aku pun mengatakan padanya kalau aku tidak bisa menikahinya.
Kecewa dan marah besar tidak dapat dipungkiri adalah reaksi yang
diberikannya, tapi keputusanku sudah bulat.
Tanpa pikir panjang aku kembali ke rumah
kami dan rasanya ingin sekali membuat kenangan yang indah bersama
istriku setelah selama ini hanya luka yang aku beri padanya.Tapi yang
aku dapati ketika tiba di rumah adalah istriku telah menghembuskan nafas
terakhirnya di kamar kami. Belakangan aku tahu dari dokternya kalau
ternyata dia menutupi penyakit yang di idapnya dari kami karena dia
tidak ingin membuat aku dan anak-anakku sedih, tapi apa yang telah aku
beri padanya? Menyesal dan sedih yang tidak terucapkan itulah yang aku
rasakan meratapi kepergiannya.
Well, Dari kisah di atas kita
bisa tahu, kebahagiaan itu tidak melulu karena kekayaan yang kita miliki
tapi bagaimana kita membangun kesempatan untuk meraih kebahagiaan itu
sendiri. Janganlah menyia-nyiakan sekecil apapun kesempatan yang kita
miliki karena kita tidak tahu apakah kita akan dapat kesempatan kedua
untuk mewujudkannya. Dan pupuklah senantiasa rasa cinta kita kepada
orang-orang sekitar terlebih kepada mereka yang menyayangi kita, karena
tanpa disadari, kebahagiaan sering muncul ketika kita bersama dengan
orang-orang terkasih.
0 komentar:
Posting Komentar